Amar Ma'ruf Nahi Mungkar dan Karakteristik Obat

Saat kita sakit, maka pikiran pertama yang sering muncul di benak adalah "Apa obatnya?" Setiap kita pasti sudah mafhum bahwa obat memang direkomendasikan untuk mengobati atau mengurangi sakit yang dialami. Mereka yang mengalami sakit sedapat mungkin mencari obat yang sesuai agar sakitnya segera sembuh tanpa menimbulkan efek samping yang besar.

Pada dasarnya, obat memiliki 2 aspek utama yang mesti diperhatikan. Aspek pertama adalah aspek efektivitas dan aspek kedua adalah aspek keamanan. Secara detail, ke-2 aspek di atas diderivasi kepada 2 efek obat yaitu:
  1. Efek farmakologi
  2. Efek toksikologi
Efek farmakologi berkaitan dengan indikasi obat yang sedang dikonsumsi. Sebagai contoh, parasetamol memiliki indikasi untuk sakit kepala atau menurunkan deman yang sedang diderita, amoksisilin bertujuan untuk membasmi mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada tubuh, antasid bertujuan untuk menetralkan asam lambung dan masih banyak contoh lainnya.

Sebaliknya, efek toksikologi berkaitan dengan efek-efek yang kita tidak inginkan saat kita mengonsumsi obat tertentu. Jika parasetamol diindikasikan sebagai analgetik (pereda nyeri) dan antipiretik (penurun demam), maka efek toksik yang bisa muncul saat obat ini dikonsumsi sembarangan adalah hepatotoksisitas. Beberapa antibiotik dapat membunuh bakteri, tetapi dapat pula memunculkan masalah efek samping yang besar. Golongan antibiotik aminoglikosida (gentamisin, amikasin, neomisin dan lain-lain) ditujukan membasmi infeksi yang terjadi, tetapi efek sampingnya cukup besar yaitu nefrotoksik (gangguan ginjal) dan ootoksik (gangguan pendengaran). Masih banyak contoh lain obat-obatan dengan efek samping yang begitu besar, sehingga membatasi penggunaannya di pasaran. Banyak obat yang telah ditarik dari pasaran karena efek toksiknya yang begitu besar.

Menilik ke-2 efek utama dari suatu obat, maka jika kita berbicara secara ideal, suatu obat mesti memiliki EFEKTIVITAS TINGGI (efek farmakologinya tinggi) dan pada saat yang sama tingkat KEAMANANNYA TINGGI (efek toksikologinya rendah). Secara singkat, obat ideal mesti MENYEMBUHKAN tanpa kemunculan EFEK SAMPING yang berbahaya.

-------------------------------

Dalam Islam, dikenal prinsip AMAR MA'RUF NAHI MUNGKAR. Setiap manusia memiliki kewajiban untuk ber-amar ma'ruf dan ber-nahi mungkar. Artinya, setiap manusia harus menyokong, memperbanyak, mengintensifkan perbuatan ma'ruf/baik dan pada saat yang sama menghindari, mengurangi, membasmi perbuatan mungkar/buruk. Dalam konsep ini, kehidupan akan semakin baik jika prinsip ini terjalankan dengan baik pula. 

Suatu lingkungan yang dipenuhi oleh perbuatan ma'ruf dan tidak memberi kesempatan kepada munculnya perbuatan mungkar, maka akan membuat anggota lingkungan itu sejahtera, nyaman dan aman. Sebaliknya, jika suatu komunitas atau lingkungan sangat minim perbuatan ma'ruf, tetapi justru perbuatan mungkar-lah yang menonjol, maka saya meyakini lingkungan itu akan hancur dan tidak nyaman.

-------------------------------

Jika EFEKTIVITAS obat diasosiasikan dengan AMAR MA'RUF dan EFEK SAMPING obat disinonimkan dengan NAHI MUNGKAR, maka maksud dari judul tulisan saya dapat dengan mudah terbaca. 

Jika obat harus TINGGI EFEKTIVITASNYA dan RENDAH EFEK SAMPING, maka begitu pula dengan konsep di atas dimana dalam hidup harus TINGGI KE-MA'RUF-AN dan RENDAH KE-MUNGKAR-AN. 

Masyarakat tidak akan mengonsumsi obat yang tidak menyembuhkan. Masyarakat juga tidak akan menggunakan obat dengan efek samping begitu tinggi. Dengan kata lain, masyarakat tidak bisa hidup tenang tidak ada perbuatan ma'ruf yang terjadi di lingkungan tersebut. Begitu pula masyarakat akan sukar hidup dalam keamanan jika terlalu tinggi perbuatan mungkar yang terjadi.

------------------------------

Kesimpulan.
  1. Konsumsilah obat dengan EFEKTIVITAS TINGGI dan EFEK SAMPING RENDAH
  2. Hiduplah di lingkungan dengan KE-MA'RUF-AN TINGGI dan KE-MUNGKAR-AN RENDAH

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Haha, Hihi, Huhu, Hehe, Hoho

Gagal Terpilih, Antipsikosis Menanti

Tentang Mutasi dan Varian Baru Virus COVID-19